This is default featured post 1 title

Terima Kasih telah mengunjungi kami, semoga bermanfaat bagi anda

Kata Mutiara

Man Jadda Wajada.. Barang Siapa yang bersungguh sungguh pasti mendapatkan

Kata Mutiara

Ilmu ibarat lentera, ia akan menerangi jalan yang memilikinya

Mutiara Al Qur'an

Dirikanlah shalat, Tunaikan Zakat dan rukuklah bersama orang yang rukuk

Mutiara Hadits

Sesungguhnya cara mendapatkan ilmu itu dengan belajar

Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 Mei 2012

Pengaruh Sabar dan Sholat Dalam Menyelesaikan Problematika Kehidupan

Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah*


وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

”Dan mintalah pertolongan (kepada) Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusu’ , (yaitu) orang-orang yang menyakini, bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya” (Qs. al-Baqarah : 45 -46)

Ayat di atas mengandung beberapa pelajaran :

Pelajaran Pertama :

Bahwa Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk selalu bersabar dan menegakkan sholat di dalam menghadapi segala problematika hidup.

Adapun sabar secara bahasa adalah menahan, dikatakan : ”qutila fulanun shobron“ artinya : si fulan terbunuh dalam keadan ditahan. Oleh karenanya, seseorang yang menahan diri terhadap sesuatu dikatakan orang yang sabar.

Pelajaran Kedua :

Sabar dibagi menjadi beberapa macam  :

Pertama : Sabar di dalam ketaatan, yaitu menata diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah Allah dan Rosul-Nya. Sabar di dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, kenapa? karena untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk menuju pintu Syurga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia sukai, sebagaimana sabda Rosulullah Shalallahu a’laihi wasallam

وَحَفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

”Dan jalan menuju syurga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi” (HR. Muslim)

Sabar dalam ketaatan ini harus melalui tiga fase :

Fase Pertama : Sabar sebelum beramal. Ini meliputi perbaikan niat, yaitu mengikhlaskan amal hanya karena Allah subhanahu wata’ala, dan bertekad untuk mengerjakan ibadat tersebut sesuai dengan aturannya. Dalam hal ini Allah berfirman :

إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أُوْلَـئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

”Kecuali orang-orang yang bersabar dan beramal sholeh.” (Qs. Hud :11)

Fase Kedua : Sabar ketika beramal, yaitu dengan selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala selama beramal, dan tidak malas untuk mengerjakan seluruh rukun, kewajiban dan sunah dari amal tersebut. Kalau sedang mengerjakan puasa umpamanya, maka dia harus tetap mengingat bahwa dirinya sedang puasa dan Allah selalu melihat seluruh amalannya, maka dia berusaha untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah selama berpuasa dan berusaha untuk mengerjakan amalan sunah dan wajib, seperti membantu fakir miskin, memberikan ifthor kepada yang berpuasa, sholat berjama’ah dan sebagainya.

Fase ketiga : Sabar setelah beramal, yaitu dengan menahan diri untuk tidak mepublikasikan amalnya kepada orang lain, dan menjauhi diri dari riya’ dan hal-hal yang bisa menghapus amal perbuatannya. Dalam  bersedekah umpamanya, maka setelah bersedekah, dia harus menahan diri untuk tidak menyebut-nyebut sedekahnya dan harus menahan diri  tidak menyakiti perasaan penerima sedekah. Allah subahanahu wata’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى

”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasan penerima” (Qs. Al Baqarah : 264)

Kedua : Sabar terhadap maksiat, yaitu selalu menahan diri untuk selalu menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rosul-Nya. Bentuk sabar ini jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan bentuk sabar yang pertama, karena meninggalkan sesuatu yang dilarang jauh lebih ringan daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah. Walaupun sebenarnya dalam masalah ini, kadang sifatnya sangat relatif, artinya bagi seseorang mungkin lebih ringan meninggalkan sesuatu yang dilarang daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah, sementara bagi orang lain justru yang terjadi adalah sebaliknya, dia merasa lebih ringan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepadanya daripada meninggalkan sesuatu yang dilarang. Inipun tergantung kepada bentuk larangan dan perintah. Umpamanya kebanyakan orang bisa bersabar untuk tidak berzina, akan tetapi tidak bisa bersabar untuk selalu mengerjakan sholat berjama’ah di masjid. Sebaliknya kebanyakan orang sangat sulit dan tidak bisa bersabar untuk meninggalkan ”ghibah” (membicarakan kejelekan orang lain), akan tetapi sangat bisa dan sabar kalau diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Contoh-contoh seperti ini sangat banyak dalam  kehidupan sehari-hari.

Ketiga : Sabar terhadap musibah, yaitu menahan diri dan tidak mengeluh ketika terkena musibah. Ini adalah bentuk sabar yang paling ringan, karena sesuatu itu sudah terjadi di depannya, dan dia tidak bisa menghindarinya, artinya dia bersabar atau tidak bersabar sesuatu itu sudah terjadi. Akan tetapi walaupun begitu, masih banyak dari kaum muslimin yang tidak bisa sabar ketika tertimpa musibah. Sabar dalam bentuk ini tersebut dalam firman Allah subhanahu wata’ala :

وَلَنَبلُوَنّكُم بِشَىءٍ مِنَ الخَوفِ وَالجُوعِ وَنَقصٍ مِنَ الأموَالِ وَالأَنفُسِ وَالثّمَراتِ وَبَشِرِ الصّابِرينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Qs. Al Baqarah : 155)

Dalam hadist Ummu Salamah disebutkan bahwasanya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا أَصَابَ أَحَدُكُمْ مُصِيْبَةً فَلْيَقُلْ: إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اللَّهُمَّ عِنْدَكَ أَحْتَسِبُ مُصِيْبَتِيْ فَأَجِرْنِيْ فِيْهَا، وَأبْدِلْ لِي بِهَا خَيْراً مِنْهَا .

”Jika diantara kalian tertimpa musibah, hendaknya berkata : ”Sesunggunya kami milik Allah dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu, maka berikanlah kepada-ku pahala itu, dan gantikanlah aku dengan sesuatu yang lebih baik dari musibah ini” (HR. Abu Daud)

Hadist di atas benar-benar dipraktekkan oleh para sahabat, bahkan oleh Ummu Salamah sendiri, tepatnya ketika suaminya Abu Salamah pada detik-detik terakhir dari hidupnya dia berdo’a : ”Ya Allah gantilah untuk keluargaku seseorang yang lebih baik dariku” Dan ketika Abu Salamah telah meninggal dunia, Ummu Salamah berdoa’ : Sesunggunya kami milik Allah dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu.

Kemudian apa yang terjadi setelah Ummu Salamah tetap sabar, tabah dan berdo’a sebagaimana yang diajarkan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Ternyata Allah mengabulkan do’a tersebut dan Ummu Salamah mendapat ganti suami yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pelajaran ketiga :

Sabar mempunyai tiga tingkatan :

Tingkatan Pertama : As Shobru billah, artinya : selalu meminta pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala, dan menyakini bahwa Dialah yang memberikan kepadanya kesabaran, sehingga ketika bersabar tidaklah merasa sendirian, karena Allah selalu bersamanya. Dalam hal ini Allah berfirman :

وَاصبِر وَمَا صَبرُكَ إلا بِاللّهِ

”Dan bersabarlah , dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah” (Qs. An-Nahl : 127)

Tingkatan Kedua : As Shobru lillah, artinya bahwa yang membuatnya dia bersabar adalah kecintaannya kepada Allah subhanahu wata’ala, ikhlas mengharap ridho-Nya saja. Dia bersabar bukan karena ingin dipuji atau dilihat orang lain, tetapi dia bersabar karena Allah memerintahnya demikian.

Tingkatan Ketiga : As Shobru ma’allah, artinya : Komitmen seorang hamba untuk selalu mengikuti apa yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wata’ala, dia selalu berjalan sesuai dengan perintah-Nya. Inilah tingkatan sabar yang paling tinggi dan paling sulit. Dan inilah sabarnya orang-orang Siddiqin.

Pelajaran Keempat :

Dalam ayat di atas Allah subhanahu wata’ala, selain memerintahkan seseorang untuk bersabar di dalam menghadapi semua problematikan hidup ini, Allah subhanahu wata’ala juga memerintahkan seorang muslim untuk menegakkan sholat .

Kenapa dipilih ibadat sholat, bukan ibadat-ibadat lainnya seperti puasa, haji, zakat ataupun yang lainnya ?

Jawabannya adalah bahwa sholat mempunyai pengaruh yang luar biasa pada diri seseorang sehingga dia bisa tabah, tegar dan teguh di dalam menghadapi segala problematika hidup. Ini sesuai dengan hadist yang menyebutkan :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا حَزَبَهُ أَمَرٌ صَلَّى

”Bahwasanya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang menghadapi masalah, langsung menegakkan sholat “  (HR. Abu Daud)

Begitu juga yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu, ketika dalam suatu perjalan safar diberitahu bahwa salah satu keluarga dekatnya meninggal dunia, beliau langsung mengucapkan : Innaa lillahi wa innaa ilahi roji’un, kemudian berhenti di tepi jalan dan melakukan sholat, setelah itu beiau meneruskan perjalanannya seraya membaca surat Al Baqarah, ayat 45 di atas.

Pelajaran Kelima :

Sholat dalam ayat di atas, bisa berarti do’a. Dengan demikian maka arti ayat di atas adalah : “Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan bersabar dan berdo’a. ” Penafsiran ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wata’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُواْ وَاذْكُرُواْ اللّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلَحُونَ

”Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Qs. Al Anfal : 45)

Ayat di atas kalau kita perhatikan secara seksama kata demi katanya ternyata mirip dengan ayat 45 dalam surat Al Baqarah, bahkan sampai nomer ayatnyapun sama yaitu 45. Artinya : Allah memerintahkan orang-orang yang beriman ketika menghadapi suatu masalah – dalam hal ini ketika berhadapan dengan musuh -, agar tetap teguh dan selalu mengingat Allah swt saw banyak-banyaknya.  Teguh dalam surat Al Anfal ayat 45 sebanding dengan sabar dalam surat Al Baqarah ayat 45. Sedangkan mengingat Allah dalam surat Al Anfal ayat 45 sebanding dengan sholat dalam surat Al Baqarah ayat 45.

Selain itu, ada ayat serupa terdapat dalam surat Al Hijr, 97-99 yang memerintahkan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin untuk bertasbih (mensucikan Allah) dan bersujud kepada-Nya ketika menghadapi problematika hidup. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ ، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ ، وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat),dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (Qs. Al Hijr : 97-99)

Kalau kita bandingkan tiga ayat di atas kira-kira seperti di bawah ini :

QS. Al Baqarah : 45 = meminta bantuan ( dg SABAR + SHOLAT )

QS. Al Anfal:45 = menghadapi musuh ( dg TEGUH + MENGINGAT ALLAH)

QS Al Hijr : 97-99 = Ketika didustakan ( BERTASBIH + SHOLAT )

Subhanallah ..telah terjadi keserasian dan kesesuaian antara ayat satu dengan yang lain, dan ini merupakan salah satu bukti bahwa Al Qur’an datang dari Allah subhanahu wata’ala. Dalam hal ini Allah subhanahu wata’ala berfirman :

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Qs. An Nisa’ : 82)

Pelajaran Keenam :

Selain ayat-ayat di atas, disana ada beberapa hadist yang menunjukkan bahwa dzikir dan mengingat Allah adalah senjata utama setiap muslim di dalam menghadapi suatu problematika, diantara hadist-hadist tersebut adalah :

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ : يَا حَىُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ

”Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menghadapi suatu masalah, beliau berdoa : ” Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan ” (HR. Tirmidzi)

كَانَ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ اِذَا حَزَبَهُ اَمْرٌ قَالَ: لَا ِالَهَ اِلَّا اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمِ, سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ , اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

”Rosulullah shallahu ‘alaihi wasallam ketika menghadapi suatu masalah, beliau berdoa:”Tiada Ilah kecuali Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Penyantun lagi Maha Mulia, Maha Suci Allah Robb dari Arsy yang agung, dan segala puji bagi Allah Robb sekalian alam ” (HR. Ahmad)

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُوْ عِنْدَ الْكُرَبِ: ” لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ الْعَظِيْمِ الْحَلِيْمِ, لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ,لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ, وَرَبِّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ”.

”Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menghadapi suatu masalah, beliau berdoa : ”Tiada Ilah kecuali Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Agung dan Maha Penyantun,  Tiada Ilah kecuali Allah,Yang mempunyai Arsy yang agung , Tiada Ilah kecuali Allah Yang Mempunyai langit tujuh, dan Yang mempunyai Arsy yang mulia” (HR. Bukhari Muslim)

وَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ : ”أَلَا اُخْبِرُكُمْ بِشَىْءٍ اِذَا نَزَلَ بِأَحَدِكُمْ كُرَبٌ أَوْ بَلَاءٌ مِنْ اَمْرِ الدُّنْيَا دَعَا بِهَا فَيَفْرِجُ عَنْهُ  دُعَاءَ ذِى النُّوْنِ: لَا اِلَهَ اِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.

Rosululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah  atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya, niscaya akan ada jalan keluarnya ? yaitu do’anya nabi Yunus : ”Bahwa tidak ada Ilah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (HR. Hakim)

Pelajaran Ketujuh :

Salah satu bukti bahwa sabar dan sholat akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat serta akan meringankan beban hidup ini adalah kisah nyata yang dialami oleh salah pemuda yang tinggal di wilayah Arab. Pada awalnya dia hidup dalam keadaan lebih dari cukup. Ayahnya adalah seorang guru ngaji di sebuah masjid. Walaupun begitu keshalehan ayahnya tidaklah menjadikannya seorang pemuda yang sholeh juga. Dia setiap hari bergelimangan dengan uang, sehingga terjerat dengan kehidupan yang gelap. Pada suatu hari terjadilah kecelakaan yang menimpa dirinya yang membuat kakinya lumpuh. Para dokter mengatakan bahwa tidak ada sebab berarti yang menyebabkan kakinya lumpuh, diperkirakan hanya gangguan syaraf karena benturan. Suatu hari, ketika ia sedang turun dari mobil dengan kursi rodanya dengan maksud singgah di rumah temannya, tiba-tiba ia mendengar suara adzan yang sanggup menggetarkan hatinya yang selama ini keras. Suara adzan tersebut ternyata mampu meluluhkan hatinya, dan membuatnya rindu kepada masjid. Sejak itu dia mulai rajin ke masjid untuk melakukan sholat jama’ah, walaupun kakinya lumpuh, padahal di saat dia sehat dan kuat, kakinya tidak pernah sekalipun menginjak masjid. Maha suci Allah Yang menjadikan musibah sebagai jalan menuju hidayah dan kebaikan. Selang beberapa minggu dia dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba dia bermimpi melihat ayahnya bangkit dari kuburan seraya memegang bahunya sambil berkata : ”Wahai anakku janganlah engkau bersedih, karena Allah telah mengampuniku karenamu ”. Dan mimpi seperti itu berulang-ulang datang kepadanya setiap dia tidur. Setelah beberapa tahun lamanya dia konsisten melakukan sholat jama’ah di masjid dan biasanya ia duduk di atas kursi tepatnya di shof pertama yang paling ujung. Pada suatu hari, ketika ia sholat shubuh dan kebetulan sang imam membaca qunut panjang sekali, do’a tersebut mampu menggetarkan hatinya dan membuatnya nangis, secara tidak sengaja, tiba-tiba hatinya bergetar-getar sangat hebat seakan-akan ingin keluar dari dadanya .ia merasa bahwa ajalnya sudah dekat, tetapi secara mendadak dia menjadi tenang kembali dan meneruskan sholatnya bersama imam hingga selesai. Setelah itu ia bangkit dari kursi  secara tidak sengaja dan bisa berdiri kembali dan penyakitnya sembuh total. Subhanallah……. beginilah Allah menunjukkan kepada para hamba-Nya tentang kekuatan sholat yang ternyata membuat seseorang bahagia di dunia dan  akherat.

Pelajaran Kedelapan :

Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan juga bahwa sholat merupakan sarana untuk mencapai sebuah kesabaran. Ketika Allah memerintahkan seseorang bersabar mungkin kita akan bertanya-tanya : ”bagaimana caranya supaya bisa bersabar ?”, maka Allah dalam ayat itu juga memberitahukan bahwa cara yang paling efektif untuk memupuk kesabaran adalah dengan selalu menegakkan sholat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Mungkin kita juga akan bertanya : ”Bersabar dan menegakkan sholat sesuai dengan aturannya adalah sesutau yang sangat berat, bagaimana caranya supaya jiwa ini tidak berat untuk selalu bersabar dan melakukan sholat tersebut ?” Maka Allah subhanahu wata’ala pada ayat berikutnya menjelaskan caranya, yaitu dengan selalu mengingat kematian, selalu mengingat bahwa manusia ini cepat atau lambat akan bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala di akherat nanti untuk dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang selama ini dikerjakan di dunia. Untuk mempermudah pemahaman, hal itu bisa digambarkan sebagai berikut :

- Dunia ini banyak problematika, maka  harus dihadapi dengan SABAR.

- Untuk menumbuhkan dan memupuk kesabaran  adalah dengan SHOLAT.

- Agar terasa ringan di dalam mengerjakan sholat dan bisa melakukannya dengan khusu’ adalah dengan selalu mengingat AKHIRAT.

Inilah rahasia kenapa Rosulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk selalu  memperbanyak mengingat kematian, dalam salah satu hadistnya :

أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَاتِ

”Perbanyaklah untuk selalu mengingat ”penghancur kelezatan” (yaitu kematian)” (Hadist Hasan Riwayat Tirmidzi)

Dalam hal ini Umar bin Abdul Aziz pernah berkata :

أَكْثِرْ مِنْ ذِكْرِ الْمَوْتِ، فَإِنْ كُنْتَ وَاسِعَ الْعَيْشِ ضَيَّقَهُ عَلَيْكَ، وَإِنْ كُنْتَ ضَيَّقَ الْعَيْش وَسِعَهُ عَلَيْكَ

” Perbanyaklah untuk selalu mengingat kematian, maka jika kamu bercukupan dalam hidup, niscaya dia akan mempersempitmu, dan jika  kamu dalam kesempitan hidup, niscaya dia akan memperluaskannya untukmu . ”

Kairo, 5 Januari 2008 (ahmadzain.com)


*Direktur Pesantren Tinggi Al-Islam, Pondok Gede, Bekasi.

Hukum Kopi Luwak

Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA*

Pengertian Kopi Luwak

Kopi Luwak adalah kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang bernama luwak. Dan luwak adalah sejenis musang, karenanya biasa dikatakan musang luwak. Dia senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak, termasuk buah kopi sebagai makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.[1]

Berdasarkan keterangan di atas maka kopi luwak hukumnya dikembalikan kepada dua masalah : Apakah musang itu halal dimakan ataukah tidak? Dan apakah kotorannya suci ataukah najis?

Hukum Daging Luwak

Musang luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris.[2]

Di desa-desa luwak dikenal sebagai binatang yang suka memangsa ayam, sehingga sering dikejar-kejar oleh penduduk desa. Tetapi sebenarnya, luwak lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan, seperti buah pepaya, pisang, bahkan coklat. Luwak juga suka makan serangga, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.



Pertanyaannya, apakah luwak termasuk binatang buas yang haram untuk dimakan ? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini :

Pendapat Pertama : Mengatakan bahwa luwak haram dimakan dagingnya, karena termasuk binatang buas yang bertaring, sebagaimana di dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

“Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)

Pendapat Kedua : mengatakan walaupun luwak binatang pemakan daging dan buas, tetapi tidak menyerang manusia, sehingga dagingnya halal dimakan. Luwak ini seperti binatang adh-dhobu’ (hyena) yang halal untuk dimakan, karena hyena tidak menyerang manusia, walaupun dia adalah pemakan daging. Dalilnya hadist Jabin bin Abdillah :

عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang hyena? Beliau menjawab: Hyena adalah binatang buruan, dan bila seorang yang sedang berihram memburu binatang ini, maka dia dikenakan denda dengan menyembelih seekor domba." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad)


Hukum Kopi Luwak

Sebagaimana diterangkan di atas bahwa kopi luwak bukanlah kopi yang berasal dari kotoran luwak, tetapi berasal dari biji kopi yang tidak dicerna di dalam perut luwak, kemudian keluar bersama kotoran luwak. Pertanyaannya adalah apakah kotoran luwak itu najis? Kita kembalikan kepada perbedaan ulama di atas, jika luwak adalah binatang yang haram dimakan, maka kotoran luwak adalah najis, kalau kotorannya najis, maka biji kopi yang keluar bersama kotorannyapun menjadi najis. Agar halal untuk dikonsumsi, maka biji kopi tersebut harus disucikan terlebih dahulu. Setelah suci, maka biji kopi tersebut siap untuk diproses menjadi kopi luwak.

Hal seperti ini pernah disebutkan di dalam fiqh madzhab Syafi’I, sebagaimana yang ditulis Imam Nawawi :

قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللّٰهُ : إِذَا أَكَلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ

“Para sahabat kami ( dari ulama madzhab Syafi’i) rahimahumullah : mengatakan: “Jika ada hewan memakan biji-bijian ( dari tumbuhan ) dan keluar lagi dari dari perutnya dalam keadaan masih baik, jika kerasnya masih utuh, yaitu jika biji tersebut ditanam kembali, akan dapat tumbuh, maka biji tersebut dikatakan suci, tetapi harus dibersihkan luarnya karena terkena najis… ” [3]

Pendapat ini diambil oleh MUI (Majlis Ulama Indonesia) di dalam sidang fatwanya pada hari Selasa (20/ 7/ 2010) yang menetapkan bahwa biji kopi yang keluar bersama kotoran binatang tersebut statusnya halal setelah adanya proses pensucian.

Adapun jika kita mengambil pendapat kedua yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang yang halal dimakan, maka secara otomatis kotoran kopi luwak tersebut tidak najis. Ini menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang yang boleh dimakan dagingnya, maka secara otomatis kotorannya tidak najis. Ini dikuatkan dengan dalil-dalil sebagai berikut :

Pertama : Hadist ‘Urayinin :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas menunjukan bahwa air kencing unta tidak najis, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan ‘Urayinin yang terkena sakit untuk berobat dengan meminum air susu dan air kencing unta. Beliau tidak akan menyuruh untuk meminum sesuatu yang najis. Adapun air kencing hewan-hewan lain yang boleh dimakan juga tidak najis dengan mengqiyaskan kepada air kencing unta.

Kedua : Hadist Anas bin Malik,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ

“ Dari Anas berkata, "Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat di kandang kambing." ( HR Bukhari )

Ketiga : Hadist Jabir bin Samurah,

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ قَالَ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَوَضَّأْ قَالَ أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ أُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ قَالَ نَعَمْ قَالَ أُصَلِّي فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ قَالَ لَا

Dari Jabir bin Samurah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah kami harus berwudhu karena makan daging kambing?" Beliau menjawab, "Jika kamu berkehendak maka berwudhulah, dan jika kamu tidak berkehendak maka janganlah kamu berwudhu." Dia bertanya lagi, "Apakah harus berwudhu disebabkan (makan) daging unta?" Beliau menjawab, "Ya. Berwudhulah disebabkan (makan) daging unta." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang kambing?" Beliau menjawab, "Ya boleh." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang unta?" Beliau menjawab, "Tidak." (HR. Muslim)

Dibolehkannya sholat di dalam kandang kambing dalam dua hadist di atas menunjukkan bahwa air kencing kambing adalah suci tidak najis, karena biasanya kandang kambing itu tidak bisa terlepas dari air kencing dan kotoran kambing.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa binatang yang boleh dimakan termasuk di dalamnya binatang luwak, maka status kotorannya tidak najis. Jika kotoran luwak tidak najis, tentunya biji kopi tersebut menjadi halal dengan sendirinya.

Kesimpulan :

Dari keterangan di atas, baik dengan mengambil pendapat yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang buas yang tidak boleh dimakan, maupun pendapat yang mengatakan bahwa luwak halal dimakan, tetap saja kopi luwak hukumnya halal. Wallahu A’lam

*Direktur Pesantren Tinggi Al-Islam, Pondok Gede, Bekasi.
Sumber: ahmadzain.com

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_luwak

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Musang_luwak

[3] An-Nawawi, al-Majmu’ , 2/ 573.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More